bandung, april 2011
dini hari pukul 2.00
aku terbangun dari tidurku,
ya, aku memang selalu bangun dini hari sekali,
aku ingin mempersiapkan segala sesuatunya, memasak, mencuci pakaian, setrika, menyapu, ya, segala urusan rumah tangga sudah biasa kulakukan.
di sini, di rumah salah satu anak ku, anak bungsu ku yang tercinta, aku sudah terbiasa melakukan hal itu.
aku tidak merasa diperlakukan sebagai pembantu, tidak, sama sekali tidak, aku melakukan semua itu ikhlas, karena aku sangat menyayangi anak-anak, dan cucu-cucu ku.
senang rasanya, jika melihat mereka tersenyum bahagia, melihat cucu-cucu ku yang masih kecil, berlarian kesana-kemari, tertawa gembira, sepertinya semuanya lengkap sudah.
ah, memang aku sudah merasakan pahit dan manisnya hidup ini, aku hanya ingin melihat keluargaku bahagia. sejak ditinggal suamiku tercinta 30 tahun silam, yang ada di pikiranku hanya membahagiakan anak-anak ku saja, aku berusaha sekuat tenaga, membanting tulang, sebagai bidan dan mantri, membantu ibu-ibu yang akan melahirkan, menolong orang-orang yang sakit. walaupun itu di pelosok desa sekalipun, pasti aku jalani, ya, akan kujalani, demi anak-anak ku, aku ingin mereka menyelesaikan sekolah, aku ingin melihat mereka meraih mimpi-mimpi mereka. aku tidak ingin mereka menjadi sepertiku, hanya bidan desa.
sampai saat ini, anak-anak ku sudah memiliki keluarga masing-masing, dan anak bungsuku ini juga sudah mapan hidupnya, dia memiliki suami yang sangat menyayanginya, walaupun dia hanya mengurus anak di rumah, tapi aku melihat keluarganya sangat bahagia.
tetapi dua anak ku yang lain bernasib sama denganku, ditinggal orang yang sangat dicintai, anak kedua ku, laki-laki satu-satu nya, istrinya dipanggil Tuhan 15 tahun yang lalu, sedih memang, tapi aku tau, walaupun waktu kecil dia sangat manja, dalamhati nya yang terdalam, dia adalah anak yang tabah, sabar dalam menjalani hidupnya, sabar nak, ini hanya cobaan hidup. aku percaya engkau dapat melaluinya. jadikanlah anak-anakmu sebagai penghiburmu dikala duka, lihatlah mimpi-mimpi mereka, itulah yang menjadi semangatmu kini.
anak perempuanku yang ketiga, ditinggal suaminya 10 tahun yang lalu, dia memang anak yang mandiri, sejak kecil dia jarang sekali merepotkanku, bahkan pada saat kuliah pun aku tidak mengeluarkan biaya untuknya, dia berhasil menyelesaikan kuliah karena prestasinya. aku sangat bangga padanya. aku tahu walaupun dia anak yang tegar, tapi di dalam hati, kesediahan itu pasti ada. menangislah nak, tidak apa-apa,, roda kehidupan memang harus berputar,, walau bagaimanapun, aku tetap bangga padamu.
sudah hampir 2 bulan aku berada di kota ini, kota yang ramai, beda sekali dengan di desa.
setiap pagi aku selalu bangun dini hari, melakukan pekerjaan rumah, tetapi anak ku merasa terganggu oleh hal itu. mungkin aku membuat sedikit keributan, mengganggu tidurnya. hari berikutnya aku tidak akan melakukan keributan lagi. batinku dalam hati.
setelah selesai melakukan segala urusan rumah tangga itu, sekitar pukul 5 pagi, aku selalu berdoa, doa rosario, dalam setiap butir rosario yang kusentuh, aku memohon agar Tuhan selalu menjaga setiap langkah anak-anak dan cucu-cucu ku yang sangat aku kasihi, karena hanya itulah yang bisa aku perbuat untuk mereka, hanya doa yang tulus yang bisa kulakukan sekarang, karena ragaku sudah sangat renta untuk melakukan hal-hal duniawi. dan satu hal yang aku percaya, Tuhan pasti mendengar doa-doa umatNya, hanya Dia penopang hidupku selama ini.
sekitar pukul 6 pagi, suami anak ku bangun, dan aku pun sudah mempersiapkan bekal untuknya, tidak lama kemudian, anak ku juga bangun, begitupun cucuku yang sudah mulai sekolah di salah satu TK di kota ini, dan aku juga sudah mempersiapkan bekal dan sarapan untuk nya. senangnya hatiku melihat mereka menjalani hari-hari.
aku terbiasa bangun pagi-pagi benar, agar segala sesuatunya siap pada waktunya.
aku jadi ingat saat aku masih muda dulu, saat anak bungsuku ini masih kecil. aku rela bangun pagi karena aku tidak mau diganggu oleh hal-hal rumah tangga ini saat aku sedang menyuapi anak ku, aku ingin dia makan dengen tenang, aku tidak ingin dia sarapan karena terpaksa. saat itu dia selalu kugendong, kuajak keluar, bermain di halaman rumah, dengan sabar aku menyuapinya, sampai akhirnya piring itu pun bersih, aku senang sekali anakku makan dengan lahap.
esok harinya
dini hari pukul 02.00
ternyata aku masih membuat sedikit keributan yang mengganggu tidur anak bungsuku itu. dia pun terbangun, dia melarang ku bangun pagi lagi. mungkin karena aku selalu mengganggunya, sebenarnya aku sudah berusaha untuk tidak membuat keributan lagi, tapi ragaku memang sudah tua, sensor-sensor syarafku sudah tidak bekerja dengan baik lagi, sehingga aku sering menjatuhkan barang-barang, dan membuat suara kegaduhan.
ya sudah, tidak apa-apa nak, aku akan melakukan semua hal yang dapat membuatmu bahagia, karena aku sangat menyayangimu.
hari berganti hari, tapi mengapa aku sering sekali melakukan kesalahan? hasil gorenganku sering gosong, menanak nasi pun gosong, mungkin memang mataku sudah benar-benar rabun sekarang.
aku merasa anak ku tidak menyukai hal itu, dan dia pun menegurku secara halus.
semakin hari, mengapa aku semakin melakukan banyak kesalahan? anakku, aku benar-benar tidak sengaja, aku tidak bermaksud merusak barang-barang ini,, lagi-lagi dia menegurku secara halus, memang benar apa yang dikatakannya, seharusnya aku beristirahat saja, tidak usah melakukan hal-hal berat, bangun pagi dini hari. sudah saatnya aku menikmati masa tuaku ini dengan bersantai-santai saja.
tetapi, aku tidak bisa, kalau tidak melakukan pekerjaan rumah rasanya malah cape. maka dari itu, aku tetap melakukan pekerjaan itu, sekalian olah raga, pikirku.
tapi, lagi-lagi aku melakukan kesalahan, dia memang tidak menunjukan kemarahannya, mungkin karena rasa hormatnya kepadaku, sebagai ibunya, tapi aku tau apa yang dia rasakan,, maka dari itu, aku memutuskan untuk pulang ke desa saja..
waringin sari, mei 2011
ya, inilah desaku, salah satu desa kecil di provinsi Lampung. aku memang berdarah jawa, aku datang ke desa ini puluhan tahun lalu, bersama keulargaku, ibu,ayah, kakak, dan adik ku, kami mengikuti program transmigrasi dari pemerintah,.
di rumah ini, rumah sederhara yang mempunyai ruangan yang besar, karena dulu anak-anak ku lumayan banyak, jadi aku dan suamiku sepakat membuat rumah dengan ruangan yang lumayan besar, agar anak-anak dengan leluasa bermain.
tapi sekarang, rumah besar ini sangat sepi. dindingnya mulai rapuh, atapnya sedikit bocor, ya, rumah ini salah satu saksi bisu perjuanganku selama ini. dan aku sangat nyaman berada di rumah ini, sendiri, tidak apa-apa, aku mengerti kesibukan anak-anak ku, dan aku bahagia sekali mendapati mereka sekarang sudah bahagia dengan kehidupan mereka masing-masing, biarlah aku menikmati masa tuaku sendiri, di sini, di rumah ini, teman perjuananku. aku tidak mau mengganggu kebahagiaan anak-anak ku, dengan menumpang di rumah mereka, dengan melihat mereka bahagia saja aku sudah sangat bahagia.
aku sudah tidak mampu memberi apa-apa untuk mereka, hanya doa setulus hatiku yang bisa aku berikan untuk mereka.
aku menyayangimu anak-anak ku.
-- ini untuk nenek ku tercinta. kalau bisa, aku ingin sekali menemani nenek ku ini di lampung, sepertinya, suatu hari nanti, makasih mbah, tia sayang embah :) ---